I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Pertanian adalah suatu jenis kegiatan
produksi yang berlandaskan pada proses pertumbuhan dari tumbuhan dan hewan.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang
berlimpah dan didukung oleh iklim yang bagus untuk perkembangan usaha pertanian.
Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris yaitu dimana sebagian besar
penduduk indonesia bekerja pada bidang pertanian.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka
pertanian di Indonesia juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pertanian
berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang di peroleh oleh
manusia dalam menciptakan pertanian yang mampu menghasilkan produk pertanian
yang dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia.
Iklim merupakan salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi perkembangan pertanian, karena pada umumnya tanaman
pertanian tidak mampu hidup pada iklim yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Namun bagi negara di daerah tropis seperti Indonsia iklim bukanlah faktor yang
dapat memnghambat perkembangan pertanian, karena daerah tropis hanya mengalami
dua musim yaitu musim panas dan musim hujan. Sehingga dengan keadaan iklim yang
seperti ini dapat diatur kapan musim tanam yang bagus untuk tanaman pertanian,
dengan harapan menghasilkan produk pertanian yang memuaskan.
Daerah tropis adalah daerah yang sangat
cocok untuk perkembangan pertanian dibandingkan dengan daerah lain di dunia.
Karena daerah tropis memiliki pencahayaan matahari yang cukup untuk pertumbuhan
tanaman. Hal ini berbeda dengan daerah subtropis maupun daerah lain yang hanya
memiliki 1/4 musim panas dalam satu tahun. Akan tetapi melihat keadaan sekarang
kita merasa miris karena pertanian di daerah tropis khususnya Indonesia sangat
jauh tertinggal dengan pertanian yang ada di daerah yang memiliki 4 musin seperti
Jepang.
Seharusnya ini menjadi fokus perhatian
kita. Apa sebenarnya yang menyebabkan perkembangan pertanian Indonesia
tertinggal jauh dengan perkembangan pertanian negara luar ?. Dilihat dari
daerahnya tentu cara pengolahan atau proses perkembangan pertanian di daerah
tropis memiliki perbedaan dengan daerah lainnya. Maka dalam tulisan ini penulis
akan menjelaskan sedikit tentang perkembangan pertanian dan sistem bertanam
pada daerah tropis. Tujuannya adalah dapat meningkatkan kemauan para petani
didaerah tropis untuk mengembangkan pertanian sehingga mampu menjadi negara
yang mampu berswasemabada.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah dan tahapan perkembangan pertanian ?
2.
Bagaimana sistem bertanam di daerah tropika ?
1.3.
Tujuan
Penulisan
1.
Menjelaskan sejarah serta tahapan perkembangan pertanian.
2.
Menjelaskan sistem-sistem bertanam yang ada pada daerah
tropika.
1.4.Metode
Penulisan
Metode penulisan makalah ini bersumber dari studi literatur yaitu dengan
mengumpulkan dan mengkaji berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah
yang dikaji. Studi literatur yang digunakan adalah studi kepustakaan dan sumber
lain dari internet.
II. PEMBAHASAN
2.1.Sejarah Perkembangan
Pertanian
Awal kegiatan pertanian terjadi adalah ketika manusia mulai mengambil
peranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk
memenuhi kebutuhan. Pada dasarnya manusia terdahulu hanya mempunyai dua
kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan kebutuhan untuk
mempertahankan keturunannya. Kebutuhan untuk mempertahankan hidup yaitu dengan
makan. Makanan yang dibutuhan oleh manusia telah disediakan oleh alam. Akan
tetapi dengan bertambahnya jumlah manusia yang semakin cepat maka bahan pangan
yang disediakan alam lambat laun akan habis. Habisnya bahan pangan pada daerah
dimana manusia itu tinggal maka mereka akan mencari daerah baru yang
menyediakan bahan pangan. Sehingga pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mereka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Di dalam kepustakaan kuno terdapat cerita bahwa penemu kegiatan pertanian
pada mulanya adalah Kaisar Cina Shen Nung. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat
pada masa kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan masa
kebudayaan batu tua (megalitikum). Pertanian pada masa itu telah mengubah
bentuk-bentuk kepercayaan dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan
menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa kesuburan dan ketersediaan pangan. Teknik
budidaya tanaman atau pertanian lalu meluas ke barat yaitu Eropa dan Afrika dan
ke timur hingga Asia Timur dan Asia
Tenggara.
Pertanian
secara relatif merupakan inovasi yang belum lama berlangsung dibanding dengan
sejarah manusia, karena untuk masa yang lama manusia hanya bertindak sebagai
pengumpul makanan bukan pembudidaya tanaman. Produksi dengan penanaman dan
pembudidayaan yang sesungguhnya baru terjadi pada zaman Neolitikum atau zaman
batu muda.
Perkembangan
pertanian telah membawa keberuntungan bagi peningkatan hasil pangan atau produk
pertanian. Hal ini didukung dengan perkembangan ilmu pegetahuan manusia tentang
pembudidayaan tanaman sehingga mencapai hasil yang memuaskan. Teknologi dalam
bidang pertanianpun sudah diciptakan, tujuan utamanya adalah untuk mempercepat
proses produksi dan menghemat tenaga manusia yang digunakan.
Setiap tanaman
yang ada sekarang telah dikembangkan pada zaman prasejarah. Hal ini tercapai
dengan dua cara yang berbeda, yaitu :
1.
Penjinakan (domestication), yaitu suatu
cara membudidayakan atau mengelola spesies liar atau proses penjinakan tumbuhan
liar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya ubi kayu mengandung zat racun
asam sianida (HCN) yang berbahaya bagi kesehatan, dan racun ini dapat dikurangi
zat toksinnya dengan memasak.
2.
Seleksi, yaitu suatu
cara yang dilakukan dengan penangkaran yang berbeda-beda dari spesies tersebut.
Seleksi kadang-kadang dapat menciptakan suatu spesies baru dan untuk banyak
tanaman agronomi sangat efektif. Sehinga akhir-akhir ini banyak tanaman yang
berbeda dengan asal usulnya dan mengakibatkan garis keturunnya telah pudar,
namun mempunyai kualitas yang jauh lebih baik dibanding tanaman asalnya.
Usaha penjinakan dan penyebaran tanaman
pertanian terutama pangan terus berkembang sesuai dengan pengetahuan dan
peradapan manusia. Perkembanga tersebut dipercepat dengan penemuan teknologi
dibidang pertanian. Usaha pertania pada mulanya terbatas pada lahan kering,
dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil pertanian maka usaha-usaha pertanian
berkembang pada daerah rawa.
2.2.Tahapan Perkembangan Pertanian
Berdasarkan sejarah perkembangannya,
pertanian dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu :
1.
Pemburu dan Pengumpul
Makanan
Manusia pertama yang menempati daerah
hutan tropika sekitar Laut Cina Selatan adalah Alitik atau Prepaleolitik
yang merupakan kelompok pengumpul
makanan dengan cara mengumpulkan tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan, berburu,
dan menangkap ikan.
Manusia pengumpul makanan dan pemburu
di Asia Tenggara adalah dalam arti mereka tidak menetap lama pada suatau
tempat. Pada umunya mereka hidup di gua atau di lubang-lubang pada kaki bukit, biasanya
mereka makan dedaunan, bunga, biji, buah, kulit, umbi, dan akar tanaman.
Pengetahuan untuk menghilangkan racun dari bahan makanan serta cara mengawetkan
juga banyak dimiliki oleh para pengembara tersebut. Misalnya mereka mengawetkan
makanan dengan mengeringkannya dibawah sinar matahari dan menghilangkan racun
pada tanaman dengan cara memesaknya.
2.
Pertanian Primitif
Ketika manusiapengumpul dan pemburu
mulai berusaha mendapatkan tumbuhan sebai sumber makanan, maka mulai terjadi suatu
mata rantai antara periode pengumpul dan pemburu dengan pertanian primitif.
Pada pertanian primitif, manusa sudah mengenal cara menanam dan memelihara
tanaman agar tumbuh dan kemudian dapat diambil hasilnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Sistem pertanian yang berkembang pad
pertanian primitif adalah pertanian ladang berpindah. Hal ini terjadi karena manusia pada waktu itu
belum tahu cara untuk memepertahankan kesuburan tanah. Sehingga apabila tanah yang
mereka tanamani kesuburannya telah berkurang, maka mereka akan mencari tanah
baru untuk diolah menjadi lahan pertanian baru. Pada pertanian primitif,
kayu-kayu yang telah ditebang tidak dibuang melainkan dibakar. Sistem ini
dikenak dengan huma atau shifting
cultivation.
3.
Pertanian Tradisional
Pada pertanian tradisional, petani
menerima keadaan tanah, curah hujan, dan varietas tanaman sebagaimana adanya
dan sebagaimana yang diberikan alam. Bantuan terhadap pertumbuhan tanaman hanya
sekedarnya sampai tingkat tertentu seperti pengairan, penyiangan, dan
melindungi tanaman dari gangguan binatang liar dengan cara yang diturunkan oleh
nenek moyangnya.
Penanaman dilakukan pada lahan yang
sama untuk waktu yang lama, sehingga dikenal dengan pertanian menetap. Pada pertanian tradisional petani sudah
mengenal cara-cara untuk mempertahankan kesuburan tanah, memelihara dan
melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit.
4.
Pertanian Modern
Dalam pertanian
modern, manusia menggunakan akal dan pikirannya untuk meningkatkan
penguasaannya terhadap semua yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan.
Usaha pertanian merupakan usaha yang efisien, masalah-masalah pertanian
dihadapi secara ilmiah melalui penelitian-penelitian, fasilitas-fasilitas
irigasi dan drainase dibangun dan dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang
maksimum. Pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul yang
berproduksi tinggi, respon terhadap pemupukan, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit serta masak lebih cepat.
Perkembangan
pertanian ke arah pertanian modern ini sangat didukung oleh perkembangan
teknologi dibidang pertanian. Karena pertanian modern merupakan suatu proses
produksi tanaman yang di dalamnya menggunakan alat-alat dan mesi pertanian
sebagai sarana utama untuk proses produksi. Teknologi pertanian diciptakan
dengan maksud menggantikan tenaga manusia yang terbatas dalam pengolahan
pertanian sehingga dapat mempercepat produksi hasil pertanian.
Disamping
penggunaan alat dan mesin pertanian, pertanian modern juga tidak terlepas dari
zat-zat kimia yang berfungsi sebagai peransang tumbuh dan pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Pada awalnya penggunaan zat kimia dalam pertanian tidak
menjadi masalah. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, zat kimia
tersebut dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit apabila dikonsumsi dalam
waktu yang lama, dapat menurunkan kesuburan tanah dan membuat hama dan penyakit
kebal terhadapnya. Sehingga dengan kondisi seperti ini lama kelamaan lingkungan
pertanian akan semakin memburuk dan akan berdampak pada produksi yang
dihasilkan.
5.
Pertanian
Berkelanjutan
Pertanian
berkelanjutan merupakan suatu proses pengelolaan sumberdaya untuk usaha
pertanian yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sekaligus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya
alam. Namun demikian, banyak orang yang menggunakan definisi yan lebih luas dan
menilai suatu pertanian dapat dikatakan pertanian berkelanjutan apabila
mencakup hal berikut :
Ø Mantap secara ekologis, yaitu berarti bahwa kualitas sumber
daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dari
manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Sumber daya
lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa dan
energi dapat ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran
lingkungan.
Ø Berlanjut secara ekonomis, yaitu berarti
bahwa petani dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat memperoleh penghasilan
untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis
tidak hanya diukur dalam bentuk produk pertanian namun juga dalam hal fungsinya
seperti melestarikan sumberdaya alam dan meminimalkan resiko.
Ø Adil, berarti bahwa sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat
terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal memadai serta
peluang pasar yang terjamin,
Ø Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk
kehidupan (manusia, tanaman dan hewan) dihargai. Martabat dasar semua makluk
hidup dihormati, dan integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dijaga dan
dipelihara.
Ø Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan
mampu menyesuaikan dri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung
terus menerus, misalnya pertambahan penduduk, kebijakan pemerntah, permintaan
pasar dan lain-lain. Hal ini tidak hanya meliputi penggunaan teknologi yang
baru dan sesuai, namun juga meliputi inovasi dalam arti sosial dan budaya.
Pertanian berkelanjutan mengarah pada
pertanian organik yaitu pertanian yang dalam proses produksinya tidak
menggunakan bahan kimia baik sebagai peransang tumbuh maupun pencegah hama dan
penyakit tanaman. Jadi, diharapkan dengan adanya pertanian berkelanjutan ini
proses produksi pertanian tetap berlajut dengan hasil yang meningkat tanpa
merusak kualitas lingkungan pertanian. Sehingga kesehatan dapa terjamin dan
kesuburan tanah tetap terjaga.
2.3.Sistem Bertanam
Daerah Tropika
Daerah tropis kering dicirikan oleh
adanya perbedaan yang nyata antara musim penghujan dan kemarau. Di daerah
semacam ini dibutuhkan sistem pertanaman yang menghasilkan pangan yang cukup
dan bergizi, meskipun terjadi variasi curah hujan yang sangat tinggi dari tahun
ke tahun dan musim kemarau yang panjang. Hasil pertanian yang tinggi tergantung
pada pemanfaatan curah hujan selama musim hujan dan air yang tersimpan di dalam
tanah selama musim kering.
Krisis ekonomi dan perubahan iklim di
Asia dan Pasifik telah membuktikan kelemahan-kelemahan tersebut, dan dampaknya
pada kegagalan panen yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian petani bahkan
perekonomian nasional. Curah hujan yang lebih rendah dari yang diperkirakan
berpengaruh terhadap penyiapan lahan dan gangguan pertumbuhan tanaman. Hal ini
menyebabkan penyempitan luas tanam dan produksi rendah. Krisis ekonomi
berdampak pada harga dan ketersediaan sarana produksi pertanian.
Penerapan sistem tumpang sari pada
bedeng permanen mengurangi ketergantungan petani terhadap berbagai masalah
seperti pendanaan dan iklim serta memperbaiki jumlah dan kualitas gizi pangan
yang dihasilkan.
1.
Sistem Perladangan Berpindah
Pada awalnya,
sistem perladangan berpindah terjadi saat pertama kali manusia mengenal
bercocok tanam. Manusia pada waktu itu belum mengenal pengelolaan lahan dan
teknologi yang digunakan karena tingkat pengetahuan yang masih rendah ,
sehingga sistem perladangan ini disebut sistem asal tanam. Ladang Berpindah adalah
kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah tempat. Ladang
dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar. Pohon atau semak yang
telah ditebang setelah kering kemudian dibakar. Setelah hujan tiba, ladang
kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen tiba. Setelah ditanami 3 – 4 kali,
lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak subur lagi.
Akibat yang
ditimbulkan dari sistem perladangan berpindah ini adalah menurunnya kesuburan
lahan dengan cepat karena belum mengenal pemupukan. Ketika lahan sudah tidak
produktif lagi, mereka pindah lalu membuka hutan baru atau kembali mengerjakan
lahan yang sudah lama ditinggal dan sudah pulih kesuburan tanahnya. Namun
dinegara lain, seperti Afrika, sistem pertanian berpindah ini bukan lagi
beronotasi negatif. Dengan teknologi yang terus diperbaiki, sistem ini
merupakan alternatif yang cocok untuk dikembangkan.
Praktek-praktek
ladang berpindah di seluruh dunia sangat beragam, namun pada dasarnya ada dua
sistem yang digunakan, yaitu :
v Sistem parsial,
yaitu suatu sistem yang berkembang khususnya di mana kepentingan ekonomi
produsen tinggi, misalnya dalam bentuk pertanian dengan tanaman dagang,
transmigrasi maupun penempatan lahan secara liar.
v Sistem
integral, yang berasal dari cara hidup yang lebih tradisional yang menjamin
keberlangsungan hidup sepanjang tahun.
Prinsip Utama dalam sistem perladangan
berpindah adalah bahwa selama periode bera, nutrisi yang diambil oleh tumbuhan
atau vegetasi yang ada akan dikembalikan ke permukaan tanah berupa sisa tanaman
(sersah). Bahan organik yang tertimbun di permukaan tanah akan tersedia
(melalui proses dekomposisi) bagi tanaman berikutnya setelah vegetasi tersebut
ditebang atau dibakar.
Di Indonesia, sistem ladang berpindah
masih mendatangkan masalah besar karena di khawatirkan dapat mengganggu fungsi lingkungan
karena banyak hutan yang ditebang dan
mengurani keanekaragaman hayati serta meningkatnya emisi CO2 yang
terkait dengan pemanasan global. Selain itu, kegiatan tersebut sering menyebabkan
bahaya erosi dan banjir yang akan merusak lahan dan lingkungan. Oleh karena itu
perlu dicari upaya pemecahanya, yang anta lain mencakup :
ü Perencanaan
yang lengkap dari pemerintah, yang meliputi penetapan penggunaan lahan
berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan permintan pasar. Selain itu juga perlu
dipersiapkan unit perngolahan hasil panen seperti pabrik pengolahan kayu dan
lain-lain.
ü Penyediaan
lahan bagi setiap keluarga petani sekitar 8-10 Ha. Setiap tahun petani
dibiarkan berladang pada lahan seluas 1,5 – 2,0 Ha, sesuai kemampuan
masing-masing petani. Tahu kedua petani membuka lahan lagi seluas 1,5 -2,0 ha,
dan bgitu seterusnya hingga 8 -10 ha tertanami secara bertahap.
ü Penyediaan
bibit tanaman, pupuk dan pestisida yang berfungsi untuk meransang pertumbuhan
dan pegendalian hama dan penyakit tanaman.
2.
Sistem Tadah Hujan Semi Intensif dan Intensif
Sistem bertanam adalah pola-pola tanam
yang digunakan petani dan interaksinya dengan sumber-sumber alam dan teknologi
yang tersedia. Sedangkan pola tanam adalah penyusunan cara dan saat tanam dari
jenis-jenis tanaman yang akan ditanam berikut waktu-waktu kosong (tidak ada
tanaman) pada sebidang lahan tertentu.
Pola tanam ini mencakup beberapa bentuk
sebagai berikut:
v Multiple Cropping (Sistem Tanam
Ganda)
Multiple
cropping adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang tanah
yang sama dalam satu tahun. Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani
dengan lahan sempit di daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi
dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan
sumberdaya alam.
Macam-macam bentuk dari multiple cropping antara lain:
a)
Intercropping (Sistem Tumpang
Sari)
Intercropping adalah sistem
penanaman secara serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan yang
berselang-seling pada sebidang tanah yang sama. Misalnya tumpangsari antara
tanaman ubi kayu dan jagung atau ubi kayu dengan kacang tanah. Sistem
tumpangsari memberikan beberapa manfaat bagi petani yakni antara lain
mengurangi biaya pengolahan lahan, mudah dalam menanggulangi hama, memudahkan
proses pembersihan atau penyiangan dan yang terakhir adalah meningkatkan hasil
produksi atau panen.
b)
Mixed Cropping (Sistem Tanam
Campuran)
Mixed cropping adalah sistem
penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada
sebidang lahan yang sama. Sistem ini jarang diterapkan karena sulit dalam
proses pemeliharaannya. Sistem tanam ini lebih banayak diterapkan dalam usaha
pengendalian hama dan penyakit. Cara penataan tanaman campuran dilakukan dengan
berbagi jenis tanamn secara bersamaan dan tidak teratur serta tidak terikat
pada waktu.
c)
Relay Cropping (Sistem Tanam
Sisipan)
Relay cropping adalah sistem
penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang
ada tersebut dipanen. Sistem penanaman ini dalam istilah lain seperti sistem tumpang
sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama. Contoh khas
dari sistem penanaman ini di Indonesia yaitu, padi gogo dan jagung ditanam
bersama-sama kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman sela satu bulan atau
lebih sesudahnya.
Penataan pertanaman sela merupakan
penataan pertanaman dua atau lebih jenis tanaman yang berlainan dalam sifat,
umur dan sebagainya. Bentuk lain dari penataan pertanaman sela antara lain :
Ø Intercropping (Tumpang Sari), merupakan penataan
pertanaman dari dua jenis atau lebih tanaman yang umurnya tidak jauh berbeda.
Tanaman ditanam secara bersamaan dan di tempat yang sama. Misalnya, beberapa
baris jagung ditanami beberapa baris kacang tanah.
Ø Interplanting (Tanaman Sela), merupakan penataan dari
dua jenis tanaman musiman yang berbeda umurnya tetapi ditanam bersamaan dan
pada tempat yang sama. Bedanya dengan tumpang sari adalah umur tanamannya yang
sedikit jauh berbeda. Misalnya, tanaman kacang tanah dengan tanaman ubi kayu.
Ø Interculture (Tanaman Sela Budidaya), merupakan
penataan pertanaman dari jenis tanaman musiman yang ditanam diantara jenis
tanaman berumur panjang. Misalnya, padi gogo ditanam diantara karet.
Penerapan sistem tanam ganda memilki
banyak keuntungan dalam bidang pertanian, antara lain:
·
Mengurangi erosi tanah atau mengurangi terjadinya
kehilangan unsur hara pada tanah.
·
Memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk
meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air
untuk pertumbuhan tanaman akan tetap tersedia.
·
Menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, karena
pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali
·
Mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani
akan meningkat.
·
Mampu menghemat tenaga kerja
·
Menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah
bisa ditanami secara terus menerus.
·
Mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman
·
Memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan
bahan organik.
v Seguantial
Cropping (Pergiliran Tanaman)
Seguantial
cropping adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan
dalam satu tahun, dimana tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen.
Demikian pula bila ada tanaman ketiga, tanaman ini ditanam setelah tanaman
kedua dipanen.
v Maximum Cropping
(Siatem Tanam Maksimum)
Maximum cropping adalah pengusahaan lahan untuk
mendapatkan hasil panen yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan aspek
ekonomisnya (biaya, pendapatan atau keuntungan) dan apalagi aspek kelestarian
produksinya dalam jangka panjang.
v Sole Cropping atau Monoculture (Sistem Tanam
Tunggal)
Monoculture adalah sistem penanaman satu jenis
tanaman pada lahan dan periode waktu yang sama. Penataan tanaman secara tunggal
dilaksanakan di atas tanah dan dalam waktu tertentu (sepanjang umur tanaman)
hanya ditanam satu jenis tanaman. Setelah dilakukan penanaman dengan satu
tanaman, dan selanjutnya tanah tersebut ditanam kembali dengan jenis tanaman
yang sama atau jenis tanaman lain.
Ada beberapa
penataan pertanaman secara tunggal dalam variasi tanamannya sebagai berikut ;
a.
Bergiliran secara berurutan
Cara ini
dilakukan pada musim hujan, yakni tanah sawah ditanami padi. Sedangkan pada
musim kemarau, tanah ditanami palawija dan ini tergantung pada keadaan tanah,
pengairan, iklim dan sebagainya.
b.
Bergiliran secara urutan dan glebagan
Cara ini banyak
terdapat di daeah-daerah sawah tadah hujan. Untuk mengurangi resiko tidak
memperoleh hasil tanaman yang ditanamnya secara tunggal maupun bergiliran,
petani membagi tanah sawahnya menjadi dua bagian. Bagian pertama dikelola
sebagai sawah dengan pergiliran tanaman dan bagian kedua dikelola sebagai tanah
kering (tegalan) dan ditanami dengan tanaman yang cocok untuk tanah kering.
Di atas tegal
dilakukan pertanaman tunggal dan sistem tanaman bergilir berurutan. Setelah
beberapa tahn, bagian sawah dijadikan tanah kering dan bagian tanah kering
dijadikan tanah sawah kembali. Sistem seperti ini disebut dengan sistem glebagan.
c.
Bergiliran secara berjajar atau paralel (tidak menganut
sistem Glebagan)
Sistem ini
dilakukan dengan mengelola sebidang tanah sawah yang luas dengan cara pada
musim hujan seluruh sawah ditanami padi,tetapi pada musim kemarau ada bagian
yang terpaksa dikosongkan karena tidak memeperoleh cukup air, dan bagian yang
kosong tersebut kemudian ditanami palawija dan lain-lain. Dalam usaha tersebut
sepertinya terdapat penataan pertanaman jajaran dari berbagai penataan
pertanaman bergiliran berurutan.
3.
Sistem Irigasi
Irigasi adalah
pemberian air kepada tanah di mana tanaman tumbuh sehingga tanaman tidak
mengalami kekurangan air selama hidupnya. Pengairan merupakan salah satu faktor
penting dalam usaha penigkatan produksi pertanian melalui pancausahatani. Air
adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman. Air dapat berasal
dari air hujan dan pengairan yang diatur oleh manusia. Kedua hal tersebut harus
disesuaikan agar tanaman benar-benar mendapatkan air yang cukup, tidak kurang
dan tidak pula berlebih. Pengairan ini meliputi pengaturan kebutuhan air bagi
tanaman berarti juga termasuk dreanase.
Tujuan dari
iragasi yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air bagi
keperluan pertumbuhan. Manfaat lain tersedianya air irigasi adalah :
a.
Mempermudah untuk pengolahan tanah
b.
Membantu mengatur suhu tanah dan tanaman
c.
Membatu proses pemupukan agar dapat terserap oleh tanaman
secara maksimal
d.
Mencegah tumbuhnya tanaman pengganggu
Namun demikian, kebutuhan tanaman akan
air harus diperhatikan secara bersama-sama. Jumlah kebutuhan air untuk irigasi
dalam pertanian umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
Ø Jenis dan sifat
tanah, sifat tersebut termasuk tekstur tanah, permeabelitas yang akan
mempengaruhi besarnya perkolasi atau hilangnya air ke bagian tanah yang lebih
dalam.
Ø Macam dan jenis
tanaman, ini menunjukkan kebutuhan air yang berbeda sesuai dengan perbedaan
sifat tanaman dan cara-cara bercocok tanam.
Ø Keadaan iklim,
khususnya curah hujan dan penyinaran matahari disamping keadaan musin
disepanjang tahun.
Ø Faktor
tofografi berpengaruh terhadap jumlah, terutama dari segi jumlah kehilangan air
melaliu perembesan, kebocoran, dan aliran permukaan.
Ø Luas lahan
berpengaruh terhadap kebutuhan air untuk setiap satuan luas sesuai dengan hasil
pengamatan.
Air yang diperlukan tanaman hampir
seluruhnya berasal dari tanah melalui proses penyerapan oleh akar. Kelebihan
atau kekurangan air yang tersedia akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan
pada tanman. Kelebihan air pada lahan kering
terjadi apabila sebagian besar atau seluruh pori tanah terisi oleh air
sehingga di dalam tanah kekuranagan udara atau zat asam yang diperlukan untuk
respirasi akar. Respirasi yang tidak baik akan mengakibatkan akar tanaman tidak
berfungsi secara baik, sehingga berkurangnya penyerapan air meskipun jumlah air
yang tersedia cukup banyak.
Kekurangan ketersediaan air dalam tanah
akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil dan layu. Hal ini terjadi karena
proses yang terjadi dalam tubuh tumbuhan tidak berlajan denagan baik. Pada
tanah yang sering mengalami kelebihan air, upaya yang dilakukan adalah membuat
saluran air selama musim hujan. Sedangkan pada tanah yang kekurangan air dibuat
saluran irigasi untuk pengairan pada musim kemarau.
Cara pemberian air kepada tanaman dapat
dibedakan beberapa macam, yaitu :
ü Cara siraman,
yaitu dilakukan dengan mengambil air dari sumbernya dengan menggunaka suatu
wadah kemudian disiramkan pada tanaman satu persatu secukupnya.
ü Cara genangan
atau leb, yaitu dilakukan dengan
mengalirkan air dari sumbernya mendekati lahan pertanian, kemudian dialirkan
sepanjang permukaan tanah yang ditanam selama waktu tertentu.
ü Cara ebor,
yaitu dilakukan dengan cara mengalirkan air dari sumbernya mendekati lahan
pertanian dalam suatu parit yang arahnya tegak lurus terhadap arah barisan
tanaman kemudian dengan ember dilontarkan sepanjang barisan tanaman.
ü Cara irigasi
curah, yaitu dilakukan dengan mengalirkan air melalui pipa tertutup dengan
tekanan ke lahan pertanian, kemudian melalui pipa-pipa tegak air dicurahkan
seperti hujan selama waktu tertentu.
Berdasarkan lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian, sistem irigasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Sistem Irigasi
Lahan Kering
Yang dimaksud
dengan sistem bertanam irigasi lahan kering adalah sistem bertanam irigasi di
mana tidak sampai terjadi genangan air selama pertumbuhan tanaman. Sistem ini
sering dipakai di daerah yang bergelombang dan berlereng. Tanaman yang sering
ditanam pada daerah ini bermacam-macam mulai dari tanaman semusim seperti
jagung , ubi kayu , sayuran dan lain-lain sampai tanaman tahunan seperti karet,
kelapa, kelapa sawit dan sebagainya.
Penyediaan air
untuk kepentingan pertumbuhan tanaman dilakukan dengan berbagai cara, namun
akhir-akhir ini seiring dengan berkembangnya alat dan mesin pertanian, petani
lebih memilih menggunakan pompa-pompa air bertenaga mesin untuk menyiram
tanaman dari pada menggunakan cara tradisional. Apalagi dengan luas daerah
pertanian sekarang tidak memungkinkan cara menyiran tradisional itu dilakukan.
2. Sistem Padi
Sawah (Siatem Irigasi Lahan Basah)
Sistem padi
sawah merupakan suatu sistem bertanam dimana lahan yang digunakan pernah
mengalami kondisi tergenang. Lama periode tergenang tergantung pada
ketersediaan air dan pola tanam yang dilakukan. Biasanya hanya 2-3 bulan namun
bisa juga sepanjang tahun. Suplai air dapat berasal dari air hujan semata atau
menggunakan sistem irigasi yang diatur oleh manusia.
Disebut sawah
tadah hujan apabila air yang didapat berasal hanya dari air hujan dan disebut
sawah irigasi apabila sistem irigasi berjalan baik untuk mensuplai kebutuhan
air bagi lahan pertanian tersebut. Dilihat dari segi pelestarian kesuburan
tanah, sistem ini dianggap sistem yang paling baik. Cara penggenangan pada
permukaan tanah berarti membuat lahan harus dibuat datar atau dibuat
teras-teras pada lahan lereng atau bergelombang yang berarti erosi dapat
ditekan sekecil mungkin.
Pada sistem
padi sawah, memungkinkan lahan ditumbuhi tanaman sepanjang tahun, dan ini
berarti suplai bahan organik terhadap tanah cukup tersedia. Selain itu dengan
kondisi tergenang memungkinkan tumbuhnya organisme tingkat rendah seperti
lumut, ganggang, bakteri dan sebagainya yang mempunyai peranan yang besar
terhadap kesuburan tanah karena menyumbangkan bahan organik yang besar.
Sistem tanam
padi sawah dapat dibagi menjadi 3 macam :
1) Padi air
dangkal
Padi air dangkal biasanya memiliki
kedalaman kurang dari 1 meter. Sebagian besar berupa sawah tadah hujan dan
sawah irigasi di dataran rendah. Karena kondisi iklim dan irigasi yang sangat
beragam disetiap daerah menyebabkan pola tanam yang ada juga bervariasi.
Misalkan pada daerah yang curah hujannya terbatas hanya bisa melakukan
penanaman padi satu kali setahun atau mungkin dua kali apabila adanya irigasi
yang lancar.
2) Padi air
dangkal dan tanaman-tanaman lahan kering
Biasanya
dilakukan oleh petani yang tinggal pada daerah yang curah hujannya sangat
terbatas. Misalkan dalam satu tahun mereka hanya bisa menanam padi satu kali,
setelah itu lahan sawah yang mereka kelola akan kering karena kurangnya
ketersediaan air. Pada saat lahan sawah menjadi kering petani memanfaatkannya
untuk menanam tanaman lahan kering seperti jagung dan kacang tanah. Sehingga
tanah tidak mengalami masa bera atau masa pengangguran untuk ditanam. Pada
kondisi lahan yang seperti ini biasanya terjadi sistem pertanian bergilir.
Sistem ini sangat bagus untuk pengembalian kesuburan tanah.
3) Padi air dalam
Padi air dalam
ini memiliki kedalam lebih dari 1 meter berlangsung lebih dari satu bulan
selama pertumbuhan tanaman dan oleh karena kedalaman air mengalami turun naik
dan berlangsung dalam waktu yang cepat, maka pada kondisi ini dibutuhkan jenis
tanaman padi tertentu. Panen biasanya dilakuakan denagn menggunakan perahu dan
justru dilakukan pada keadaan air yang banyak, tujuannya adalah untuk
memudahkan mendayung perahu.
Sistem padi air
dalam ini biasanya banyak dijumpai pada daerah deta sungai-sungai besar. Salah
satu alternatif pengembangan sistem padi air dalam adalah pemanfaatan lahan
rawa. Di indonesia lahan rawa memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat
banyaknya jumlah lahan rawa yang tersebar di kepulauan yang ada di Indonesia.
Sehingga dengan memenfaatkan lahan rawa tersebut terjadi pengurangan penebangan
hutan di daerah perbukitan untuk lahan pertanian.
v Sistem Tanam campuran Tanaman Semusim dan Tahunan
Indonesia
mempunyai lahan pertanian yang cukup luas, namun kepemilikan oleh petani masih
relatif sempit. Petani umumnya hanya terfokus pada tanaman pangan meskipun
tanaman tahunan juga di usahakan, sehingga terbentuk suatu sistem tanaman
campuran antara tanaman pangan yang berumur pendek dengan tanaman buah-buahan
atau tanaman industri lainnya sebagai tanaman tahunan.
Sistem tanaman
campuran antara tanaman semusim dan tanaman tahunan dapat dibagi menjadi 3
macam, yaitu :
Ð Sistem tanam
campuran antara tanaman semusim dengan tanaman herba tahunan atau semi tahunan
seperti pisang.
Ð Kebun campuran
(mixed garden), yaitu sistem
penanaman di pekarangan yang sangat beragam, baik pola tanam maupun jenis
tanamannya.
Ð Sistem tanaman
campuran antara tanaman semusin dengan tanaman pohon tahunan seperti kopi,
karet, kelapa dan sebagainya.
Melihat kondisi tanah yang ada di
indonesia, pada umunya pertanian di Indonesia terletak pada daerah pegunungan
yang mempunyai lereng-lereng yang dalam. Melihat keadaan seperti ini sangat
baik digunakan pola usaha tani Kontur. Sistem usaha tani kontur yang disebut Sloping Agricultural Land Technology (SALT) ,
ini merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengubah suatu petak lahan di
lereng menjadi lahan dataran tinggi yang produktif. Hal ini memungkinkan petani
menstabilkan dan memperkaya tanah, mempertahankan kelembapan tanah, mengurangi hama
dan penyakit tanaman serta mengurangi kebutuhan input yang mahal seperti
penggunaan pupuk kimia.
Penanaman tanaman dengan usahatani
kontur ini menjadikan sisi bukit yang sering mengalami erosi menjadi lanskap
bertingkat dan hijau. Yang paling penting adalah penerapan sistrm ini dapat
meningkatkan pendapatan petani di daerah sekitar lereng pegunungan.
SALT dirancang untuk keluarga petani
kecil yang ingin meningkatkan pendapatan tanaman musiman maupun tanaman
tahunan. SALT mencakup beberapa langkah, yaitu :
a.
Menempatkan garis-garis kontur dan mengolah tanah
sepanjang garis kontur dengan jarak 4-6 meter pada bukit yang terjal dan jarak
7-10 meter pada daerah yang lereng.
b.
Menanam tanaman pengikat nitrogen sebagai lajur tanaman
pagar ganda dalan dua alur dengan jarak 50 cm sepanjang tiap garis kontur.
c.
Mengolah dan menanam tanaman tahunan misalnya kopi,
jeruk, mangga dan lain-lain pada setiap baris ketiga atau keempat.
d.
Mengolah baris tambahan antar jalur tanaman pagar sebelum
tumbuh secara penuh.
e.
Menanam tanaman musiman misalnya jagung diantara baris
tanaman tahuanan sebagai sumber bahan pangan dan pendapatan.
f.
Memangkas tanaman pagar hingga tinggi 1 meter di atas
tanah dan memanfaatkan hasil pemangkasan untuk bahan organik.
g.
Melakukan perputaran atau pergiliran tanaman secara
permanen untuk mempertahankan produktivitas, kesuburan dan formasi tanah.
h.
Membangun sengkedan dengan cara menumpuk pohon, dedaunan
dan batuan pada bagian bawah tanaman pagar untuk menahan dan memperkaya tanah.
III. PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pertanian dapat
berkembang tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang pertanian. Pertanian di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
cukup nyata yaitu dimulai dari pemburu dan pengumpul, pertanian primitif,
pertanian tradisional, pertanian modern dan sekarang menuju pada pertanian
berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Sistem bertanam
pada daerah tropika berbeda dengan daerah yang memiliki iklim sedang dan
dingin. Pada daerah tropika ada lima bentuk sistem bertanam yang sering
digunakan yaitu sistem perladangan berpindah, sistem tadah hujan semi intensif,
sistem tadah hujan intensif, sistem irigasi, sistem campuran tanaman semusim
dan sistem campuran tanaman tahunan. Tujuan dari penerapan sistem bertanam pada
daerah tropika ini adalah untuk meningkatkan hasil produk pertanian dengan
biaya produksi yang rendah dan tetap dapat menjaga kesuburan tanah dan
melistarikan lingkungan.
3.2.Saran
Indonesia
sebagai salah satu negara yang beriklim tropis mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan pertanian jauh lebih bagus dibandingkan dengan daerah subtropis
dan lainnya. Hal ini didukung dengan faktor iklim yang bagus, curah hujan cukup
dan penyiran matahari yang memadai. Oleh sebab itu, kita perlu meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia sehigga dapat mengelola sumber daya alam yang
melimpah di negara kita ini, dengan harapan kita mampu meningkatkan
perekonomian masyarakat dengan perkembangan pertanian.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Andra. 2011. Sejarah
Munculnya Pertanian Dunia. http://lombokagriculture.wordpress.com)//sejarah-munculnya-pertanian-di-dunia/. Diakses pada tanggal 11 September
2013.
Darius. 2011. Sistem Penanaman Ganda (Multiple
cropping). http://berusahatani.blogspot.com//sistem-penanaman-ganda-multiple.html/. Diakses pada tanggal 11 September
2013.
Jarwani. 2009. Sistem Tanaman Tumpang Sari. http://forjusticeandpeace.wordpress.com//sistem-tanam-tumpangsari.html/. Diakses pada tanggal 11 September 2013.
Soetriono, Suwandari dan Rijanto. 2006.
Pengantar Ilmu Pertanian. Bayu Media Publishing, Malang.
Soverda, Nerty. Dkk (Tim Penulis
Dasar-dasar Agronomi). 2010. Diktat Dasar-dasar Agronomi. UNJA, Jambi.
Sukoco, Y. 2006. Pertanian Masa Depan (terjemahan).
Kasinus, Yogyakarta.